twitter
rss









Semua Tentang Kita

          Masih adakah yang ingat hari ini 2 Mei 2014? Semoga semua kompak menjawab hari Pendidikan Nasional, bukan jawaban basi yang biasa dikoorkan anak-anak, “Hari Jumat, Ms’. Hari ini bertepatan dengan hari lahirnya Bapak Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara. Satu dari sekian deretan nama pahlawan yang (semoga) masih diingat anak-anak Indonesia. Beliau dianggap berjasa dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional. Artinya ketika kita merayakan 2 Mei sebagai hari pendidikan, kita merayakan dasar pendidikan yang beliau ajarkan. Salah satu pesan dari Ki Hadjar Dewantara yang paling ajib dan ajaib adalah “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.”
          Berkaca pada pesan beliau, rasanya miris melihat sistem pendidikan yang tetap memaksakan UN/US pada anak didik. Semua anak didik wajib memiliki kemampuan yang seragam, kekhasan mereka digencet sampai tidak terlihat, karena (mungkin) anak didik akan terlihat menarik apabila seragam. Stop, jangan keburu mengernyitkan kening dan tidak perlu khawatir, setahap, namun pasti, pesan Bapak Pendidikan telah mengejahwantah dalam tubuh sistem pendidikan di KiddoZ School. Kami mewadahi dan mengapresiasi setiap keunikan siswa, merawat dan menuntun keunikan yang telah menjadi kodrat mereka.
          Selama hampir dua bulan belakangan ini, khusus di kelas 6 terjadi perombakan besar-besaran untuk menghadapi ujian penyeragaman yang dikehendaki penguasa. Sebanyak 8 anak laki-laki dengan kelebihan yang tidak seragam berkumpul demi mendapat selembar kertas berlabel SKHUS (Surat Keterangan Hasil Ujian Sekolah) di kelas. Sebut saja mereka sebagai : Dharma, Budi, Dul, Jiwo, Ryan, Dillah, We Cien, dan We An. Kedelapan bocah ini jelas berbeda kepribadian yang wajib diracik hingga ciamik dalam menghadapi US.
          Dharma, bocah ini dikenal sebagai anak dengan IQ superior, namun mengapa dia harus menghuni kelas yang sama dengan ketujuh teman yang lain? Singkat cerita, saya mengenal Dharma sejak dia duduk di kelas 1. Dia yang mewakili KiddoZ School berangkat ke Jakarta sebagai finalis Olimpiade Sains Kuark (OSK) setelah menyisihkan ribuan peserta dari seluruh Indonesia. Dari sinilah perjumpaan saya dengan dia dimulai. Kebetulan, KiddoZ School memberi kepercayaan kepada saya untuk menemani dia belajar dan mengeksplorasi sains lebih dalam. Selepas event OSK, saya tidak begitu mengikuti perkembangan kemampuan Dharma. Sewaktu dia duduk di kelas 5, sekali lagi saya dipercaya KiddoZ School untuk mendampingi dia mempersiapkan diri mewakili Kabupaten Mojokerto pada perhelatan Olimpiade Sains Nasional (OSN). Mulai dari sini berbagai cerita menarik dari Dharma terkuak. Prestasinya bergelombang naik turun, konon kabarnya (belum terkonfirmasi kebenarannya) karena dia telah terjangkiti virus merah jambu. Dharma sibuk chat mengirim pesan manis kepada pujaan hatinya dan melupakan kecintaannya pada pelajaran. Arggghhh,,,,,anak generasi android. Pernah suatu hari, Dharma mengajak saya untuk belajar bersama dia di kelasnya. Tentu saja, selaku tamu, saya harus minta ijin kepada Ms. Novi, guru kelas 5, yang sedang intens mengajar. Selidik punya selidik, ternyata Dharma mengundang saya ke kelasnya untuk tujuan tertentu. Dharma ingin menunjukkan kepada saya, seorang gadis manis berkulit putih, yang tidak lain adalah dara yang telah mencuri hatinya, Gyna. Dalam batin saya, hmm… boleh juga nih selera Dharma.
          Saya hanya kenal muka dan nama dengan Budi. Perawakannya kurus, cenderung diam dan tidak banyak cakap. Demikian pula dengan Dul. Saya hanya tau dia hobi makan dalam porsi yang melimpah. Tidak beda jauh dengan Dul, Jiwo pun saya kenal sebagai anak dengan perut tambun yang disembunyikan di balik jaket yang melekat di badan. Dillah saya kenal karena saudaranya adalah teman sekolah saya. Dia sering berbagi cerita tentang saudaranya. Itu yang membuat obrolan kami nyambung. Mungkin yang agak menarik dari semuanya adalah Ryan. Keturunan Belanda yang mengalir di darahnya menyebabkan semua orang, termasuk saya mudah mengenalinya. Menurut informasi yang saya kumpulkan, Ryan tergolong anak yang tidak akan mengeluarkan sepatah kata bila lawan bicara tidak bertanya lebih dulu.
          Last but not least, Duo Mawut, We Cien dan We An. Penampilan keren bak artis K-Pop, itulah kesan pertama. Setahun yang lalu, tepatnya Mei 2013, saya mulai mengenal mereka. Belajar privat di kelas 6, yang kebetulan waktu itu sudah tidak terpakai karena penghuninya libur setelah UN, membuat saya tercekat. The Twins tidak bisa duduk saat belajar, mereka lebih senang berdiri atau gelotekan di lantai. Tidak bisa berjalan, selalu berlari seperti derap kuda.
          Kini, setelah hampir dua bulan bergelut dengan mereka, tidak peduli pagi atau senja, saya akhirnya mulai memahami mereka. Dharma tidak suka dengan sesuatu yang monoton dan mendewakan nilai dalam wujud angka. Dharma juga ahli menggombali Gyna, hingga Gyna merasa di negeri awan. Budi, ternyata anaknya humoris, sesuatu yang tidak pernah terungkap selama ini. Budi juga mulai menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis yang tak lain adalah teman seangkatan. Widha, sebut saja begitu, putri manis seorang intel. Dul bisa dipoles dengan mudah karena tergolong anak yang utun. Jiwo tidak lagi mengedip karena stress. Selama suplai makanan tercukupi, Jiwo dengan senang hati mengerjakan berbagai latihan soal. Dillah, ternyata lebih mahir di bahasa daripada ilmu-ilmu pasti. Jago otomotif, ringan tangan, tanpa saya komando, setiap pulang sekolah selalu nyangking ID Card beberapa guru untuk diletakkan di gate 2. Ryan, terlambat saya sadari, hebat di sains, mungkin karena latar belakang orang tuanya yang scientist. Nah, ini yang paling unik, We Cien dan We An. Meski dalam kandungan yang sama selama kurang lebih 9 bulan, mereka adalah dua pribadi yang berbeda. We Cien lebih kalem, mampu menunjukkan kasih sayang, dan bertanggungjawab. We An adalah tipikal anak yang sangat aktif, tidak suka mellow, namun sadar 100% akan kelebihan dirinya : keren tak berujung!!!
          Bukanlah pekerjaan mudah meletakkan dasar-dasar kecintaan dalam belajar pada kedelapan remaja tanggung ini. Penerapan metode yang berbeda perlu dilakukan. Tidak mungkin mengatakan kepada mereka, “Buka SPM atau Detik-Detik halaman …” saat mereka mulai menginjakkan kaki di pagi hari sebelum bel berbunyi. Setidaknya ada pertanyaan-pertanyaan ringan untuk mencairkan dingin pagi. Misalnya saja, “Dharma, kemarin kamu bikin galau Gyna, ya? Chat  dia enggak kamu bales”. Bibir lancipnya pasti langsung meruncing sambil menggumam “Ms, tau aja”. Atau We An yang cuma cengar-cengir tiap ditembak pernyataan “Hayo, kamu bikin salah satu dayang BSP nangis semalam, ya?” Pembicaraan seperti ini paling tidak akan menghilangkan kantuk mereka karena harus stand by di sekolah setiap pukul 06.30. Setahap, mereka mulai merangkak, berjalan, kemudian berlari mengejar “tetangga sebelah” yang notabene lebih mudah untuk diajak bekerjasama. Tentu, selama hayat masih dikandung badan, tidak ada yang tidak mungkin bila kita bersungguh-sungguh. Selalu ada keajaiban di tiap usaha dan doa.
          Kurang lebih dua minggu, seluruh siswa SD di seantero negeri ini akan menghadapi US. Ujian, yang saya yakin, menjadi public enemy bagi siswa. Meski menyalahi keputusan Mahkamah Agung (MA) tahun 2009 dan mencederai amanat dalam pembukaan UUD 1945, toh hajatan besar tiap tahun ini tetap digelar. Sekadar mengingatkan saja, dalam preambule UUD 1945 jelas tersurat bahwa salah satu tujuan Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan menguji kecerdasannya.
      Demi menjaga tradisi sebagai sekolah yang mengedepankan kemajemukan intelektual, maka ijinkan saya mengajak seluruh elemen yang termaktub dalam satu wadah yang bernama KiddoZ School, bergerak bersama, mengantarkan anak-anak, pengisi masa depan bangsa melaksanakan US, satu pijakan yang akan menentukan langkah selanjutnya. Untuk rekan sesama guru, lebih baik kita berpeluh daripada mengeluh. Bagi orang tua selaku guru terbaik, kami meminta dukungan untuk menerbangkan asa anak-anak kita dengan lantunan doa. Bagi ke-22 siswa hebat yang pernah ada, ingatlah, kalian adalah The Raising Star. Silaukan semua orang yang selama ini remehkan dengan kilau hasil ujian. Bungkam segala keraguan yang pernah terlontar dengan angka yang berbinar. Kami, pihak sekolah dan orang tua, percaya sepenuhnya, bahwa kalian tidak akan membiarkan kami kecewa. Sedikit pun tidak ada kata sangsi akan segala usaha, kemampuan, dan kesungguhan kalian. Teriakkan kata “Aku Rapopo” pada segala rintangan, karena rintangan jembatan bagi kalian menuju kedewasaan. Ingat, rapopo bukan berarti “rapuh porak poranda” seperti hati Orcha yang baca timeline Hunny di twitter. Rapopo di sini berarti siap dan sigap menghadapi segala kemungkinan. Untuk menuntaskan coretan kecil ini, ijinkan saya menutupnya dengan sebuah puisi untuk ke-22 anak hebat.

Malaikat Tanpa Sayap

Fajar pagi paparkan sinar terang
Turunkan makhluk indah kreasi Tuhan
Dalam wujud insan cerdik cendekia
Merekah tawa seiring utuh sang surya
          Senin itu, dalam balutan merah putih sang pusaka
          Mereka datang menyapa penuh kegembiraan
          Santun, dengan sorot tajam menyala
          Terhimpun dalam satu ikatan
Setapak belajar memahami
Mengasihi, menguatkan diantara kami
Berempati, bukan saling menyakiti
Menautkan hati dalam jiwa satria sejati
          Waktu bergulung, mengukir cerita diantara kita
          Luka tak jarang menyembul diantara bahagia
          Amarah menyeruak di sela cinta
          Membasuh jiwa, menguatkan peka, mematri rasa
Anak-anakku, tak banyak waktuku bersamamu
Hanya sehimpunan bulan tak genap dalam hitungan
Tapi, janjiku bersamamu pasti aku genapi
Bukan menyibak rintangan, namum mendampingimu singkirkan segala yang menghadang
          Tahun ini memang terasa berat
          Tetapi mundur, diam, dan lepas tangan adalah sebuah pengkhianatan
          Bagiku, tetap berdiri di sampingmu bukanlah sebuah pengorbanan
          Lebih dari itu, langkah ini adalah sebuah kehormatan
Aku hanya sekelumit bagian dalam panjang kisah kalian
Yang tidak ingin hidup dalam kenangan
Untukku, kalian lah pembuka lapang jalan menuju keabadian
Dalam jannah yang dijanjikan Tuhan
          Kepakkan sayapmu, sayang
          Terbanglah tinggi, gapai cakrawala kehidupan
          Aku akan memaku di sini
          Menanti jika engkau pulang nanti
Dalam hening, denting hati terdengar jernih
Bersyukur aku padamu Ilahi
Engkau kirimkan malaikat penyejuk pendamai hati
Dari mereka aku mampu mengerti, bagaimana dicintai dengan mencintai
          Doa malam kulantunkan penuh kesyahduan
          Bait-bait syukur kupanjatkan pada Tuhan yang telah percayakan
          Malaikat-malaikat kecil berhias senyuman
          Rangkaian nama mereka kusebut dalam ingatan

                                                                   Alchemist3 – April 28th, 2014